Kasus Pungutan Uang Perpisahan di SDN 182 Pekanbaru Berbuntut Panjang, Kepsek ‘Kabur’ Saat Konfirmasi Berlangsung

banner 120x600
banner 468x60

 

Pekanbaru, Riau – Kanalnusantara.com, Sejatinya seorang Pendidik, apalagi telah menyandang sebagai Kepala Sekolah, etika dalam bertutur sapa dan prilaku kepada Tamu yang datang, tidak diragukan lagi.

Namun, tidak demikian halnya dengan Kepala Sekolah SDN 182 Kota Pekanbaru, Gusneti, S.Pd.SD.

Penilaian ini disampaikan beberapa Pimpinan Redaksi yang menemui Gusneti di ruangannya, Kamis (07/03/2024).

“Gusneti kabur tanpa ada basa-basi sesaat menjawab pertanyaan yang Kita ajukan,” ujar Pimpinan Redaksi Kanalvisual.com, Wesly H Sihombing, kepada Awak Media di Kantornya, jalan Gulama, Pekanbaru, Sabtu (09/03/2024).

Dijelaskan Wesly, sebelumnya, mereka dipersilahkan untuk menunggu di ruangan Kepala Sekolah. Setelah Gusneti hadir, Wesly memperkenalkan nama dan menunjukkan identitas dirinya dan teman-teman, serta menyampaikan maksud dan tujuan menemui Kepala Sekolah, yaitu, ingin konfirmasi guna memenuhi Cover Both Side (perimbangan berita) atas informasi yang mereka dapat darj mantan Ketua Komite SDN 182 Kota Pekanbaru, Risman.

“Ada 3 pertanyaan yang Saya ajukan untuk dijawab oleh Kepala Sekolah. Pertama, pungutan sebesar Rp. 350.000 dengan rincian, Rp. 250.000 untuk perpisahan, Rp. 50.000 untuk Foto Ijazah serta Rp. 50.000 untuk Katam Quran, apakah merupakan keputusan Rapat Komite atau sebelumnya telah dikonsep oleh Pihak Sekolah?,” ujar Wesly.

Lanjutnya, pertanyaan kedua, apa benar dari hasil pungutan tersebut, Kepala Sekolah menginginkan uang sebesar Rp. 10 juta disisihkan untuk mengganti lantai keramik di ruangan kelas 6 A.

Kemudian, apakah benar Kepala Sekolah tidak mengizinkan Wali Murid (Orang Tua Murid) mengelola acara perpisahan untuk anak kelas 6 dan tetap bersikukuh bahwa Pelaksana kegiatan adalah para Guru?

“3 pertanyaan tersebut Saya ajukan setelah mennyimak isi rekaman antara Risman dan Gusneti yang diperdengarkan Risman 2 hari sebelumnya kepada Saya melalui sambungan telepon WhatsApp. Akan tetapi, dari 3 pertanyaan tersebut, hanya pertanyaan pertama yang dijawab oleh Gusneti, itupun belum selesai, terhenti, karena tiba-tiba mantan Ketua Komite, Risman masuk ke dalam ruangan Kepala Sekolah. Sempat Risman membantah jawaban Gusneti,” jelas Wesly.

“Nah, saat pertanyaan kedua Saya ajukan, belum sempat dijawab, Gusneti dengan mengambil berkas dari atas mejanya langsung pergi (kabur) tanpa permisi atau mengatakan apa-apa kepada Saya dan teman-teman, ” ungkap Wesly.

“Saya menilai, Gusneti pergi karena kehadiran Risman. Dimana sebelumnya, Saya telah sampaikan konfirmasi yang kami lakukan berdasarkan isi rekaman percakapan Kepala Sekolah dan Risman,” tutur Wesly.

“Kita masih sempat mengambil foto dan video ruangan kelas 6 A yang diduga merupakan hasil dari pungutan uang perpisahan yangmasih dalam proses pengerjaan. Kita dapati keramik yang lama, masih bagus ditimpa dengan keramik yang baru, ” ungkap Wesly.

Dikonfirmasi usai keluar dari ruangan Kepala Sekolah, Risman menceritakan, sebenarnya Ia ingin mendengar jawaban dari Kepala Sekolah atas pertanyaan yang diajukan oleh teman-teman Wartawan. Sekaligus memperdengarkan isi rekaman percakapan antara dirinya saat menjabat Ketua Komite dengan Gusneti terkait rencana perpisahan kelas 6

Kata Risman, ini dilakukannya agar tidak ada persepsi negatif terhadap dirinya saat menjabat sebagai Ketua Komite, khususnya masalah pungutan sebesar Rp. 350.000 tersebut.

“Kalau memang Ibu Gusneti benar, kenapa kabur. Saya sebenarnya akan putar rekaman percakapan Kami di hadapan teman-teman media, agar tidak ada penilaian negatif terhadap Saya khususnya masalah pungutan tersebut,” ucap Risman saat disinggung kehadirannya di ruangan Kepala Sekolah.

Sarmadi, S.Pd, Pengawas SD wilayah Bukit Raya, saat diminta tanggapannya mengatakan, dirinya telah menemui Kepala Sekolah SDN 182 Kota Pekanbaru.

Disampaikan Sarmadi, Gusneti menceritakan kepada dirinya, bahwa pungutan tersebut sudah sesuai prosedur. Rapat dipimpin oleh Ketua Komite, Risman dan orang tua murid tidak ada yang protes. Undangan rapat, absensi, notulen rapat dan dokumentasi, semua lengkap.

“Lalu, terkait perbaikan lantai keramik kelas 6 A, diambil dari Dana BOS tahun 2024,” ujar Sarmadi, mengutip pernyataan Gusneti.

Terakhir, kata Sarmadi, acara perpisahan dalam 2 tahun terakhir yang dikelola oleh orang tua murid, tidak maksimal. Oleh karena itu, pihak sekolah berinisiatif mengelolanya untuk tahun ini.

Perlu diketahui, sebelumnya sempat viral di puluhan media online berita pungutan sebesar Rp. 350.000 di SDN 182 Kota Pekanbaru. Pungutan ini membuat sebahagian orang tua murid keberatan. Bahkan beberapa orang tua murid sempat menemui Kepala Sekolah untuk mengkaji ulang atau menurunkan biaya tersebut. Tetapi ditolak dengan alasan sudah merupakan hasil keputusan Rapat Komite.

Usai berita viral, Risman yang saat itu sudah dicopot dari jabatannya berusaha mengklarifikasi dan akan menjelaskan mekanisme sehingga tercapai angka sebesar Rp. 350.000. Ia bertekad membuka apa yang sebenarnya terjadi.

Diminta tanggapannya, Ketua Bidang Pendidikan LSM Pelopor, Sumiarto, mengatakan, menjelang tahun ajaran baru, akan marak aduan-aduan terkait dugaan Pungli di sekolah-sekolah.

Biaya perpisahan Murid kelas 6 salah satu topik yang setiap tahun menghiasi pemberitaan di media massa.

Sumiarto mendorong untuk melaporkan dugaan praktek Pungli berkedok kegiatan perpisahan di Sekolah SDN 182 Kota Pekanbaru ke Dinas Pendidikan dan Aparat Penegak Hukum.

“Laporkan ke Dinas Pendidikan atau Aparat Penegak Hukum,” kata Sumiarto, Sabtu (09/03/2024) malam, melalui sambungan telepon WhatsApp.

Mengutip Penjelasan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji di media okezone.com, bahwa ada 3 pihak yang diduga selalu menjadi Aktor Pungutan Liar (Pungli) di Sekolah. Mereka adalah Oknum pihak Sekolah, Komite Sekolah dan Koordinator Kelas (Korlas).

“Yang sering terjadi Pungli berkedok uang infak, uang seragam, uang gedung, uang study tour, uang ekstrakulikuler, uang perpisahan, uang buku ajar dan LKS, uang wisuda dan masih banyak yang lainnya,” ungkap Ubaid Matraji, 15 September 2023.

Ubaid pun mengungkapkan, Oknum pimpinan sekolah mempunyai peran dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Biasanya, RAPBS ini disusun secara sepihak, serta kurang partisipatif dan tidak transparan.

“Nah, dokumen RAPBS ini akan dijadikan dasar legitimasi oleh Komite Sekolah untuk melakukan Pungli. Komite Sekolah beralasan bahwa untuk menunjang proses pembelajaran, maka dibutuhkan ini dan itu (sebagaimana tertuang di RAPBS), tapi keuangan belum mencukupi. Lalu, Komite Sekolah menugaskan Korlas untuk menyebarkan info pungutan dan menjadi kasir dan Penagih pungli di tiap-tiap kelas,” jelasnya.

Selama tiga pihak ini dapat bergerak bebas, kata Ubaid, maka Pungli akan tetap lestari di sekolah.

“Karena itu, mendorong untuk menghentikan praktik Pungli yang sangat meresahkan orang tua peserta didik di sekolah, dengan membubarkan Komite Sekolah abal-abal,” katanya.

Ubaid juga mendorong agar dibubarkan Korlas. Dia menjelaskan Korlas ini dibentuk oleh Komite Sekolah sebagai kepanjangan tangan untuk memuluskan agenda Pungli di kelas-kelas dan berhadapan langsung dengan wali murid atau orang tua.

“Bahkan, dia bisa berperan bak debt collector jika ada orang tua yang tidak bayar pungutan. Karena itu, bubarkan saja struktur Korlas di kelas-kelas, karena selalu meneror orang tua,” katanya.

Lebih lanjut, Ubaid juga mendorong agar dicabut kewenangan Komite Sekolah untuk melakukan penggalangan dana.

“Kemudian, usut tuntas dan sanksi tegas kepada para Pelaku yang terlibat. Biasanya, pelaku Pungli sekolah hanya dijatuhkan sanksi berupa pencopotan jabatan dan pindah tugas,” ucapnya.

Mestinya, kata Ubaid, para Pelaku ini dapat terkena pasal pemerasan dan terjerat undang-undang tindak pidana korupsi. Hal ini sesuai Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (tipikor).

“Jadi, oknum yang terlibat bisa dipenjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,” katanya. (Red)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *